jadwalsidang jadwalsidang jadwalsidang jadwalsidang jadwalsidang jadwalsidang

Arsip Artikel

Operasi Senyap dan Korupsi Kepala Daerah

Oleh Achmad Fauzi

Hakim Pratama Madya di Pengadilan Agama Kota Banjar, Jawa Barat

Artikel ini dimuat di Koran Jawa Pos tanggal 21 September 2017

 

Hasrat koruptif kepala daerah seolah tak ada matinya. Meski KPK acap melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT), namun potensi penyalahgunaan wewenang dengan motif memperkaya diri masih saja marak. Sepanjang tahun 2016, misalnya, setidaknya ada lima  kepala daerah terjaring OTT oleh KPK.

Memasuki semester kedua tahun 2017, naluri rakus kepala daerah tak kunjung surut. Hingga bulan ini saja sudah tercatat ada lima kepala daerah diciduk KPK dalam sebuah operasi senyap. Kasus teranyar, lembaga antirasuah menangkap Wali Kota Batu, Eddy Rumpoko karena diduga terlibat korupsi proyek dengan nilai milyaran rupiah.

Peristiwa tersebut menjadi noktah hitam menjelang akhir masa jabatan Eddy yang notabene sudah dua periode ia rengkuh. Kasus ini juga jadi tamparan keras bagi inspektorat daerah karena dinilai mandul dalam melaksanakan tugas pengawasan umum pemerintah daerah. Korupsi kepala daerah memang banyak dipengaruhi mental suka menerabas dan mengabaikan tanggungjawab (Koentjaraningrat, 1997). Tapi seandainya fungsi inspektorat sebagai auditor internal pemerintah daerah berjalan dengan baik, tak mungkin korupsi kepala daerah terus merebak.  

Salah satu tugas pokok dan fungsi inspektorat yang sangat vital ialah melakukan pemeriksaan pengusutan, pengujian, dan penilaian tugas pengawasan. Fungsi tersebut bisa mendeteksi segala bentuk penyimpangan dan dikendalikan melalui penyelenggaraan pengawasan daerah. Lantas apa yang bisa diandalkan di tengah mandulnya fungsi inspektorat?

Polemik OTT

                    Operasi tangkap tangan sejatinya menjadi senjata andalan KPK dalam membongkar skandal korupsi di pemerintahan yang cenderung berjalan rapi dan sistematis. Melalui OTT KPK bisa mengungkap sebuah persekongkolan jahat yang bisa jadi tidak akan berhasil jika  proses pengusutannya dengan cara biasa.

Secara psikologis operasi senyap oleh KPK banyak memberikan efek determinan dalam pemberantasan korupsi. Pasalnya, daya kejut OTT pasti membuat ciut nyali koruptor. Melalui OTT koruptor tak ada kesempatan meraibkan alat bukti. Meski kenyataannya dalam setiap peristwa OTT diwarnai penyangkalan dari koruptor, namun dari beberapa kasus yang ditangani KPK yang berawal dari operasi senyap, tak ada satupun yang bisa lolos dari jerat hukum. Semuanya divonis bersalah oleh pengadilan Tipikor. 

Namun, heran jika masih ada pihak yang memandang skeptis operasi senyap yang dilakukan KPK. Mereka beranggapan OTT hanyalah drama pencitraan untuk menutupi setumpuk pekerjaan rumah KPK yang masih terkatung-katung dalam penanganan kasus besar. Mestinya dua hal tersebut dipisahkan ketika melihat persoalan pemberantasan korupsi. Memang benar KPK masih punya utang penyelesaian kasus yang belum tuntas dan hal itu harus dikawal bersama. Tapi, kerja pemberantasan korupsi harus tetap berjalan dan tak boleh digembosi melalui stigma yang kurang produktif.  

DPR, misalnya, acap mengkritik OTT KPK karena dinilai tak prosedural.  Menurutnya, dalam OTT mengabaikan koordinasi dan supervisi. Pendapat tersebut tentu sebuah sesat pikir mengingat operasi senyap sifatnya rahasia dan tak mungkin dibocorkan kepada orang lain. Karena itu, DPR mestinya tak melulu memposisikan diri sebagai “parle”  (berbicara). DPR juga harus melakukan kerja nyata merampungkan sejumlah undang-undang yang berkaitan langsung dengan penguatan KPK.

Terkait penyadapan, misalnya, hingga kini belum diatur secara komprehensif dalam suatu undang-undang. Hak intersepsi tersebut  masih tersebar di UU Informasi dan Transaksi Elektronik,  UU Telekomunikasi, dan UU Narkotika. Padahal Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-VIII/2010 telah menyatakan bahwa penyadapan harus dibatasi melalui undang-undang karena melanggar hak individu. Namun hingga kini DPR bergeming dan malah melakukan upaya memandulkan fungsi KPK.

Perberat hukuman

Di tengah kuatnya arus pelemahan KPK di satu sisi dan merebaknya korupsi di daerah di sisi lain, lembaga antirasuah harus mendapat dukungan penuh dari pengadilan Tipikor. Sistem peradilan tindak pidana korupsi harus dipastikan steril dari segala bentuk korupsi yudisial. 

MA sejatinya memiliki keseriusan dalam karsa pemberantasan korupsi. Menilik beberapa putusan kasasi yang diketuai Artidjo Alkostar, mayoritas menambah berat hukuman koruptor. Pada mulanya banyak pihak mempersoalkan keabsahan pengadilan judex juris melipatgandakan vonis. Sebab, secara yuridis formal, MA sebagai judex juris hanya memeriksa penerapan hukum dari suatu perkara. Sedangkan penilaian fakta-fakta dan masalah berat ringannya hukuman menjadi wewenang pengadilan tingkat pertama dan banding (judex factie). Dengan demikian, kewenangan MA dalam mengadili perkara kasasi hanya terbatas pada penilaian apakah putusan judex factie tidak bertentangan dengan hukum atau apakah pengadilan di bawahnya tidak melampaui wewenangnya.  

Namun, MA memiliki pertimbangan sendiri. Sebagai kejahatan luar biasa dan memerlukan penyelesaian hukum yang luar biasa pula, MA memandang perlu melipatgandakan hukuman. Kejahatan korupsi dalam undang-undang diancam hukuman pidana maksimal seumur hidup, sedangkan pejabat yang korupsi tidak menunjukkan teladan baik dan tidak mendukung program pemerintah  yang bersih dari KKN, makanya pantas dihukum berat.

Kegarangan Artidjo terhadap koruptor tersebut mestinya diikuti oleh hakim Tipikor di daerah. Sebab, salah satu kritik tajam yang kerap membidik pengadilan Tipikor ialah soal vonis ringan. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat selama tahun 2016  sebanyak 448 terdakwa divonis ringan. Kisaran pidana penjara yang dijatuhkan antara satu tahun hingga empat tahun. Karena itu, ke depan, komitmen, integritas, dan sensitivitas hakim Tipikor perlu terus ditingkatkan.  Kasus jual beli perkara yang melilit Dewi Suryana, hakim Tipikor di Bengkulu, tidak boleh terulang kembali. Hanya dengan demikian operasi senyap KPK memiliki nilai efektivitas dan proses peradilan korupsi kepala daerah  terhindar dari kecurangan. 

Comments  

#1 Lyle 2024-08-16 07:48
Hi there! I'm at work rowsing yor blog from my new iphone 3gs!
Just wanyed to say I love reading your blog and look forward to
all your posts! Carry on the excellent work!

my blog post; bandurart.mystrikingly.com/: bandurart.mystrikingly.com/
Quote | Report to administrator

Add comment