Arsip Artikel
Seharusnya Kita Selesai Dengan Diri Kita Sendiri
Oleh Yamin Mubarok, S.HI
Ketika orang bekerja, maka yang dia cari adalah harta benda. Harta benda adalah bagian dari rejeki yang diperoleh atau diterima oleh manusia. Padahal, rejeki itu tidak melulu harta benda. Contohnya, badan sehat, mata bisa melihat, dan anggota tubuh kita sempurna dan bisa berfungsi dengan baik, itu juga adalah rejeki.
Tahukah kita bahwa rejeki kita adalah apa yang telah kita gunakan dan manfaatkan saja?. Makanan yang kita makan, minuman yang kita minum dan pakaian yang kita pakai, itulah rejeki kita. Sementara yang belum kita gunakan atau manfaatkan, belum tentu itu rejeki kita. Itu mungkin rejeki orang lain, rejeki isteri kita, anak kita, orang tua, saudara, tetangga atau yang lainnya.
Kadang kita lupa, bahwa rejeki kita sudah diatur dan ditetapkan oleh Alloh Yang Maha Kuasa. Namun, kita malah lebih sibuk untuk memperoleh rejeki tersebut, dan lupa kepada Yang Menyediakan, Mengatur dan Memberi rejeki tersebut, alias lupa untuk beribadah kepada-Nya. Bahkan, sering kita melakukan segala cara untuk memperoleh rejeki tersebut. Kadang kita tak peduli dengan orang lain yang teraniaya karena perbuatan kita itu, asalkan harta benda yang kita inginkan kita dapatkan.
Bukankah Alloh Yang Maha Kuasa telah menyatakan “Dan tidak ada satupun makhluk yang berjalan di muka bumi melainkan Allah-lah yang memberi rejekinya” (Qs. Huud : 6)???
Bukankah Alloh Yang Maha Kuasa telah menyampaikan melalui lisan Rasul-Nya “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kalian tidak akan mati sampai sempurna jatah rejekinya, karena itu, jangan kalian merasa rejeki kalian terhambat dan bertakwalah kepada Allah, wahai sekalian manusia. Carilah rejeki dengan baik, ambil yang halal dantinggalkan yang haram.” (HR. Baihaqi dalam sunan al-Kubro 9640, dishahihkan Hakim dalam Al-Mustadrak 2070 dan disepakati Ad-Dzahabi)???
Bukankah Alloh Yang Maha Kuasa telah menyampaikan melalui lisan Rasul-Nya “Manusia selalu mengatakan, “Hartaku… hartaku…” padahal hakekat dari hartamu – wahai manusia – hanyalah apa yang kamu makan sampai habis, apa yang kami gunakan sampai rusak, dan apa yang kamu sedekahkan, sehingga tersisa di hari kiamat. (HR. Ahmad 16305, Muslim 7609 dan yang lainnya)???
Bagi orang yang beriman kepada-Nya, maka Dia telah memerintahkan untuk mencari rejeki yang Thayyib (bersih, sehat dan bermanfaat). Sementara perkara halal, itu sudah pasti bagi orang yang beriman. Tak perlu disebut lagi. Mencari rejeki yang halal, seharusnya sudah TUNTAS bagi orang yang beriman. Karenanya, ketika mereka mencari rejeki dengan cara yang dilarang oleh Alloh Yang Maha Kuasa, misalnya dengan cara mencuri, tegas dikatakan “Tidak mencuri seseorang yang beriman, ketika dia mencuri dalam keadaan iman” . Ketika melakukan perbuatan yang dilarang tentu dia sedang tidak ada iman dalam dirinya. Itulah yang menyebabkan iman seseorang berkurang.
Bukankah Alloh Yang Maha Kuasa telah menyatakan “Wahai orang yang beriman makanlah di antara rejeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Alloh jika benar-benar kapadaNya kamu menyembah” (QS. al-Baqoroh: 172).
Ketika kita bekerja di sebuah institusi negara, hendaknya kita bekerja secara profesional sesuai dengan tusi. Masalah integritas harusnya sudah selesai alian sudah tuntas. Tidak perlu ada lagi pungutan liar, gratifikasi, dan KKN. Rejeki sudah ditentukan (ikhtiar dan qonaah). Pemerintah telah menentukan gaji, tunjangan dan pendapatan lainnya yang SAH (bersyukur). Yang perlu kita tingkatkan adalah kompetensi teknis, manajerial dan sosiokultural yang memadai serta melayani masyarakat dengan hati (sebagai wujud syukur).
Bagi orang yang beragama, Reformasi Birokrasi (RB) serta pencanangan dan pembanguna Zona Integritas (ZI) menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM), justru mengigatkan kita untuk kembali kepada ajaran agama. Bila ajaran agama itu diimplementasikan, harusnya RB/ ZI tentunya sudah khatam juga. Peran agama dalam penyelenggaraan pemerintahan, baik selaku eksekutif, legislatif dan yudikatif, sangat penting dan harus difungsikan dengan baik dan selaras. Bicara integitas, maka lebih banyak menyangkut ilmu dan akhlak (moralitas, mental, spiritual). Kalau kita menjalankan ajaran agama dalam menyenggarakan tugas pemerintahan, tentu yang namanya korupsi (dan kawan-kawannya), pasti tidak akan terjadi (atau dapat diminimalisir) dan layanan yang excellent kepada masyarakat pun pasti akan terwujud dengan nyata.
Seharusnya kita sudah selesai dengan diri kita. Rejeki kita sudah ada yang menetapkan. Aturan sudah ditetapkan juga. Yang kita lakukan adalah meningkatkan kemampuan, kapasitas dan kapabilitas serta bekerja dengan penuh kesungguhan. Laksankan semua yang menjAdi tusi kita sesuai dengan aturan yang berlaku. Bekerja dengan ikhlas, bekerja dengan cerdas dan bekerja dengan tuntas. Akhirnya semuanya pasti akan BAHAGIA. Bekerja dengan bahagia dan orang yang dilayani pun akan bahagia. SELESAI DENGAN DIRI KITA SENDIRI, AGAR BEKERJA DAN MELAYANI PUN KAN SEMPURNA