jadwalsidang jadwalsidang jadwalsidang jadwalsidang jadwalsidang jadwalsidang

Arsip Artikel

Peranan Anak Gen Z dalam Menstabilkan Perekonomian Keluarga

Sudut Pandang Tatanan Norma Hukum dan Agama

oleh : Barkah Ramdhani

Perkembangan teknologi digital dan perubahan sosial-ekonomi global telah menempatkan Generasi Z (Gen Z)—yakni individu yang lahir sekitar tahun 1997–2012—sebagai kelompok yang memiliki karakteristik unik dibanding generasi sebelumnya. Mereka hidup dalam era konektivitas tinggi, memiliki kemampuan adaptasi digital yang kuat, serta menunjukkan kecenderungan kreatif dan produktif sejak usia muda. Kondisi ini mendorong Gen Z untuk berperan lebih aktif dalam membantu stabilitas ekonomi keluarga, terutama di tengah tantangan ekonomi modern seperti inflasi, ketidakpastian pekerjaan orang tua, serta penurunan daya beli rumah tangga.

Dalam konteks Indonesia, keterlibatan anak dalam menopang ekonomi keluarga tidak dapat dilepaskan dari kerangka hukum dan norma agama. Negara melalui peraturan perundang-undangan memberikan batasan, perlindungan, dan etika dalam pemanfaatan potensi ekonomi anak. Sementara itu, agama memberikan pedoman moral agar kontribusi ekonomi anak tidak melanggar nilai kemanusiaan, keadilan, dan tanggung jawab orang tua.

Peran Ekonomi Gen Z dalam Keluarga

Gen Z cenderung memiliki keterampilan digital yang dapat dimonetisasi sejak dini, seperti desain grafis, konten kreatasi, freelance, online shop, gaming, dan aktivitas ekonomi kreatif lainnya. Banyak di antara mereka yang mampu menghasilkan pendapatan tambahan untuk membantu keluarga, baik dalam bentuk bantuan biaya pendidikan diri sendiri, dukungan orang tua, maupun dalam menopang kebutuhan sehari-hari.

Ada tiga bentuk kontribusi Gen Z bagi stabilitas ekonomi keluarga:

  1. Kontribusi Finansial Langsung, berupa pendapatan dari pekerjaan paruh waktu, bisnis online, atau kegiatan ekonomi digital.
  2. Kontribusi Finansial Tidak Langsung, seperti mengurangi beban biaya dengan mendapatkan beasiswa, mengikuti kompetisi, atau program magang berbayar.
  3. Kontribusi Non-Finansial, meliputi peningkatan literasi digital keluarga, membantu usaha orang tua melalui pemasaran digital, atau mengelola keuangan keluarga dengan aplikasi keuangan modern.

Peran ini menunjukkan bahwa Gen Z memiliki potensi sebagai economic stabilizer keluarga tanpa menghilangkan fungsi pendidikan dan perkembangan diri mereka.

Perspektif Hukum : Perlindungan, Kelayakan, dan Etika

Kontribusi ekonomi yang diberikan oleh anak harus dipahami dalam koridor hukum yang jelas. Indonesia melalui Undang-Undang Perlindungan Anak (UU No. 35 Tahun 2014) menegaskan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan, waktu bermain, dan perlindungan dari eksploitasi ekonomi. Artinya, peran ekonomi anak Gen Z diperbolehkan sepanjang tidak menyebabkan hilangnya hak-hak dasar mereka, seperti pendidikan, kesehatan, waktu istirahat, dan keselamatan.

UU Ketenagakerjaan juga memberikan batasan mengenai usia minimum bekerja serta jenis pekerjaan yang diperbolehkan untuk anak usia tertentu. Dalam konteks ekonomi digital, meskipun banyak pekerjaan bersifat fleksibel dan dilakukan dari rumah, prinsip perlindungan tetap harus dijunjung tinggi, tidak ada pihak yang boleh memaksa, memanfaatkan, atau mengeksploitasi produktivitas anak demi keuntungan ekonomi keluarga.

Dengan demikian, peran Gen Z dalam stabilitas ekonomi keluarga harus dilihat sebagai partisipasi sukarela, bukan kewajiban hukum. Negara mengakui dan mendorong kemandirian anak, tetapi tetap menempatkan tanggung jawab utama pemenuhan ekonomi keluarga pada orang tua sebagaimana diatur dalam berbagai regulasi tentang keluarga dan perlindungan anak.

Perspektif Agama : Kemandirian, Bakti, dan Keadilan

Dalam Islam, kontribusi anak kepada orang tua dipandang sebagai bentuk birr al-walidayn (bakti kepada kedua orang tua). Namun, agama juga menegaskan bahwa anak bukan penanggung beban ekonomi utama; orang tualah yang berkewajiban mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan dasar keluarga (QS. Al-Baqarah: 233, QS. At-Tahrim: 6).

Kontribusi anak dalam bentuk pendapatan atau bantuan ekonomi dianggap sebagai amal baik selama:

  1. Tidak mengorbankan pendidikan dan masa depan mereka;
  2. Tidak menimbulkan eksploitasi atau tekanan psikologis dari keluarga;
  3. Bersifat sukarela dan dilandasi niat membantu;
  4. Mengikuti prinsip kehalalan dan etika kerja yang baik.

Dalam perspektif agama lain, prinsip yang sama juga dijunjung, anak diajarkan untuk membantu keluarga, namun tidak boleh kehilangan hak-haknya sebagai individu yang sedang tumbuh dan berkembang. Norma moral agama menekankan keseimbangan antara kemandirian, etika kerja, dan perlindungan diri.

Sinergi antara Potensi Gen Z, Norma Hukum, dan Ajaran Agama

Peran anak Gen Z dalam mendukung stabilitas ekonomi keluarga menjadi konstruktif apabila ada sinergi antara potensi teknologi mereka, ketentuan perlindungan hukum, serta nilai-nilai moral agama. Hal ini dapat diwujudkan dalam beberapa bentuk :

  1. Penguatan literasi hukum dan digital, agar anak memahami batasan hukum dalam bekerja dan bermedia digital.
  2. Pendampingan orang tua, sehingga produktivitas anak tetap terarah dan tidak melanggar aturan agama maupun etika sosial.
  3. Kolaborasi keluarga, di mana usaha orang tua diperkuat oleh kompetensi digital anak, sehingga tercipta ekonomi keluarga yang adaptif dan berkelanjutan.
  4. Menjaga keseimbangan peran, agar produktivitas ekonomi tidak menyalahi hak dasar anak untuk belajar, beristirahat, dan berkembang.

Dengan demikian, partisipasi ekonomi Gen Z bukan hanya fenomena sosial, tetapi menjadi bagian dari transformasi nilai keluarga modern.

Gen Z memiliki kapasitas unik untuk berperan dalam menstabilkan perekonomian keluarga melalui kreativitas digital, fleksibilitas kerja, dan kemampuan adaptasi teknologi. Namun, kontribusi tersebut harus dilandasi oleh norma hukum yang melindungi hak anak dan nilai-nilai agama yang menjaga keseimbangan tanggung jawab moral dalam keluarga.

Peran ekonomi anak Gen Z bukan pengganti kewajiban orang tua, melainkan bentuk partisipasi positif yang menciptakan keluarga lebih resilien, adaptif, dan harmonis. Dengan landasan hukum dan agama yang kuat, kontribusi Gen Z dapat menjadi energi produktif yang memperkuat kesejahteraan keluarga tanpa mengorbankan masa depan mereka sebagai generasi penerus bangsa. bramdhanish.doc