Arsip Artikel
Apakah Judol dan Pinjol Termasuk Nafkah Keluarga?
oleh : Barkah Ramdhani
Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena judi online (judol) dan pinjaman online (pinjol) semakin merebak di masyarakat dan bahkan masuk ke dalam lingkup persoalan keluarga. Tidak sedikit kepala keluarga atau anggota keluarga yang menggunakan judol atau pinjol sebagai “sumber dana” untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Pertanyaannya kemudian muncul : apakah uang yang diperoleh dari judol atau pinjol dapat dikategorikan sebagai nafkah keluarga?
Pertanyaan ini penting karena menyangkut aspek moral, hukum, dan kesejahteraan keluarga. Nafkah bukan sekadar uang, tetapi simbol tanggung jawab, keberkahan, dan legalitas dalam pemenuhan kebutuhan hidup keluarga. Beberapa hal ini mengulas status judol dan pinjol dalam perspektif hukum positif Indonesia dan ajaran agama, khususnya Islam, serta dampaknya bagi struktur keluarga.
Konsep Nafkah dalam Hukum dan Agama
Dalam konteks hukum keluarga Indonesia, kewajiban nafkah diatur dalam :
- UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974,
- Kompilasi Hukum Islam (KHI) bagi yang beragama Islam,
- Hukum adat atau agama masing-masing (kearifan lokal).
Nafkah meliputi kebutuhan dasar : makanan, pakaian, tempat tinggal, kesehatan, pendidikan, dan kebutuhan rumah tangga lain secara layak. Secara filosofi, nafkah harus diperoleh melalui cara yang halal, legal, dan tidak menimbulkan madarat bagi keluarga.
Dalam Islam, nafkah termasuk ibadah dan bentuk qawwamah (tanggung jawab pemimpin keluarga), sehingga unsur keberkahan dan kehalalan sangat ditekankan. Rasulullah SAW menegaskan bahwa Allah tidak menerima nafkah yang berasal dari sumber haram, meski digunakan untuk tujuan yang dianggap “baik”.
Dengan demikian, sumber nafkah tidak boleh berasal dari cara yang merugikan diri sendiri atau orang lain, melanggar hukum, diharamkan agama, dan menimbulkan dosa dan mudarat.
Judol (Judi Online): Apakah Termasuk Nafkah?
- Tinjauan Hukum Negara
Judol di Indonesia ilegal, sebagaimana diatur dalam KUHP Pasal 303 dan Pasal 303 bis tentang perjudian, dan UU ITE terkait penggunaan teknologi untuk aktivitas melawan hukum.
Setiap pendapatan dari kegiatan ilegal dianggap tidak sah sebagai sumber nafkah, dapat menjadi bukti tindak pidana, dan berpotensi mengakibatkan sanksi pidana bagi pelaku. Dengan demikian, dari sisi hukum positif, uang hasil judi tidak dapat dikategorikan sebagai nafkah, karena bertentangan dengan hukum dan merusak ketertiban umum.
- Tinjauan Agama
Dalam Islam maupun agama lain, judi adalah perbuatan yang dilarang.
Al-Qur’an (QS. Al-Maidah: 90–91) menyebut maysir sebagai “perbuatan keji dari setan”. Uang dari hasil judi berstatus mal haram (harta haram) dan tidak boleh digunakan sebagai nafkah.
Alasan larangan tersebut :
- Judi mengandung unsur spekulasi ekstrem (gharar),
- Melahirkan kecanduan,
- Menghancurkan ekonomi keluarga,
- Memicu konflik rumah tangga.
Secara normatif agama, nafkah wajib berasal dari sumber yang halal, sehingga uang dari judi, meski diberikan kepada istri dan anak, tidak bernilai ibadah dan tidak sah secara moral.
- Dampak Keluarga
Tanpa disdari bahwa kegiatan dari Judi Online banyak yang berakibat menghasilkan utang menumpuk, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), keruntuhan kepercayaan pasangan, perceraian, dan kemiskinan struktural.
Jadi pada dasarnya bahwa Judol bukan nafkah, melainkan sumber kerusakan ekonomi dan moral keluarga.
Pinjol (Pinjaman Online) : Apakah Termasuk Nafkah?
Pinjaman online lebih kompleks dibanding judi. Tidak semua pinjol dilarang, ada yang legal dan diawasi OJK, ada pula yang ilegal.
- Pinjol Legal dalam Perspektif Hukum
Pinjol yang terdaftar di OJK diperbolehkan, namun memiliki syarat yaitu bunga wajar dan transparan, tidak melanggar aturan penagihan, dan melindungi konsumen.
Dana dari pinjol legal bukan penghasilan, tetapi utang. Utang tidak dilarang dalam hukum negara, namun penggunaannya harus sesuai kebutuhan yang sah, tidak membahayakan keluarga, didasarkan pada kemampuan mengembalikan.
Namun, secara hukum nafkah seharusnya berasal dari penghasilan, bukan dari utang. Pinjol hanya sebagai solusi sementara, bukan sumber nafkah utama.
- Pinjol Ilegal dalam Perspektif Hukum
Yang menjadi Pinjol ilegal yaitu melanggar aturan OJK, menggunakan bunga tidak wajar, melakukan penagihan intimidatif. Penggunaan pinjol ilegal dapat dikategorikan sebagai tindakan yang membahayakan keluarga dan dapat berujung pada masalah hukum.
- Perspektif Agama
Ditinjau dalam sudut pandang Islam dapat di artikan bahwa berutang diperbolehkan, tetapi tidak boleh menimbulkan riba berlebihan, tidak boleh memberatkan diri hingga menyengsarakan keluarga, dan tidak boleh menjadi kebiasaan atau gaya hidup.
Nafkah yang diperoleh dari utang boleh digunakan sementara waktu dalam kondisi darurat (hajat), tetapi nafkah tidak boleh terus-menerus bersumber dari pinjaman.
Maka dari hal-hal tersebut maka Agama mendorong supaya nafkah diperoleh dari kerja halal, usaha produktif, mencari rezeki yang bersih, dan menghindari utang yang tidak perlu.
- Dampak Pinjol bagi Keluarga
- Menimbulkan beban psikologis,
- Penagihan kejam (jika ilegal),
- Hilangnya keharmonisan keluarga,
- Potensi KDRT akibat tekanan ekonomi.
Berdasarkan tinjauan hukum dan agama, dapat disimpulkan bahwa :
Judol (judi online) tidak dapat dikategorikan sebagai nafkah, karena ilegal secara hukum, haram secara agama, dan merusak struktur ekonomi keluarga. Adapun Pinjol (pinjaman online) juga bukan nafkah, karena bukan penghasilan, melainkan utang, boleh digunakan dalam keadaan darurat, tetapi tidak boleh menjadi sumber pembiayaan utama keluarga.
Kategori nafkah yang baik harus berasal dari sumber yang halal, legal, stabil, dan tidak membahayakan kesejahteraan keluarga. Rezeki yang diberkahi bukan semata soal jumlah, tetapi cara memperolehnya. Baik hukum maupun agama menegaskan bahwa keluarga dibangun di atas tanggung jawab, etika ekonomi, dan keberlanjutan moral.
bramdhanish.doc




